I. PENDAHULUAN
Tentu
telah kita pahami bahwa kurikulum merupakan sesuatu yang sangat diperlukan
dalam dunia persekolahan. Tanpa adanya sebuah kurikulum, dipastikan proses
pendidikan tidak akan terarah dan dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Guru
akan kesulitan menjabarkan urutan dan cakupan materi pembelajaran yang
ditempuhnya, proses pembelajaran yang diselenggarakan, alat/media yang
digunakan, penilaian yang perlu dilakukan, dsb. Salah satu aspek yang perlu
dipahami dalam pengembangan kurikulum adalah aspek yang berkaitan dengan
organisasi kurikulum. Organisasi kurikulum berkaitan dengan pengaturan bahan
pelajaran, yang selanjutnya memiliki dampak terhadap masalah administrative
pelaksanaan proses pembelajaran.
Selain
itu organisasi kurikulum sangat terkait dengan pengaturan bahan pelajaran yang ada dalam kurikulum,
sedangkan yang menjadi sumber bahan pelajaran dalam kurikulum adalah nilai
budaya, nilai sosial, aspek siswa dan masyarakat serta ilmu pengetahuan dan
teknologi. Kemudian yang tidak kalah penting organisasi kurikulum
menentukan peranan guru dan siswa dalam
pembinaan kurikulum.
Dengan
demikian apabila masing-masing guru dan siswa dapat melaksanakan kurikulum
secara efektif dan efisien maka tujuan pendidikan akan tercapai secara
maksimal.
II.
RUMUSAN
MASALAH
1.
Apa
Pengertian Organisasi Kurikulum?
2.
Apa
Saja Model Organisasi Kurikulum?
3.
Bagaimana
yang dimaksud dengan Subject Matter Based Curriculum?
4.
Bagaimana
yang dimaksud dengan Problem Based Curriculu?
5.
Bagaimana
yang dimaksud dengan Learner Based Curriculum?
6.
Apa
saja faktor-faktor dalam mengorganisasi kurikulum?
7.
Bagaimana
langkah mereorganisasi kurikulum?
III.
PEMBAHASAN
1.
Organisasi
Kurikulum (Curriculum Organization)
Organisasi
kurikulum adalah struktur program kurikulum yang berupa kerangka umum program-program
pengajaran yang di sampaikan kepada peserta didik guna tercapainya tujuan pendidikan atau pembelajaran yang di
tetapkan. Organisasi kurikulum merupakan asas yang sangat penting bagi proses
pengembangan kurikulum dan berhubungan erat dengan tujuan pembelajaran, sebab
menetukan isi bahan pembelajaran, menentukan cara penyampaian bahan
pembelajaran, menentukan bentuk pengalaman yang akan di sajikan kepada terdidik
dan menentukan peranan pendidik dan terdidik dalam implementasi kurikulum. Organisasi
kurikulum terdiri dari mata pelajaran tertentu yang secara tradisional
bertujuan menyampaikan kebudayaan atau sejumlah pengetahuan, sikap dan
ketrampilan yang harus diajarkan kepada anak-anak. Setiap organisasi kurikulum
memiliki keunggulan dan kelemahan masing-masing baik yang bersifat teoritis
maupun praktis. Implementasi kurikulum di pengaruhi dan bergantung kepada
beberapa factor terutama guru, kepala sekolah, sarana belajar dan orang tua
murid.
Dalam
proses pengembangan kurikulum organisasi berperan sebagai suatu metode untuk
menentukan seleksi dan pengorganisasian
pengalaman-pengalaman belajar yang di selaenggarakan oleh sekolah, organisasi
kurikulum menunjukkan peranan guru, peserta didik dan lain-lain yang terlibat
aktif dalam proses perencanaan kurikulum. Struktur program dapat dibedakan
menjadi dua macam, yaitu struktur horizontal dan struktur vertical. Struktur
horizontal berhubungan dengan masalah
pengorganisasian atau penyusunan bahan pelajaran kedalam pola tertentu,
sedangkan struktur vertikal berhubungan dengan masalah system-sistem pelaksanann kurikulum sekolah,
termasuk di dalamnya system pengalokasian waktu. [1]
Sama
halnya penjelasan Tyler yang dikutip oleh Zaenal di mengatakan dimensi dari
organisasi kurikulum dari dua bentuk hubungan kesempatan belajar yaiitu
vertikal dan horizontal. Vertical is concerned with the longitudinal
arrangement of curriculum elements atau terkit dengan dimensi waktu. Sedangkan
horizontal tenang lingkungan dan muatan pelajaran, horizontal organization
is concerned with the side by side arrangement of curriculum components.[2]
Model
organisasi kurikulum
Pengorganisasian kurikulum terdiri atas beberapa jenis yaitu: 1)
kurikulum berdasarkan mata pelajaran (subject matter curriculum) yang
mencakup mata pelajaran terpisah-pisah (separate subject curriculum),
dan mata pelajaran gabungan (correlate subject curriculum); 2) kurikulum
terpadu (integrated curriculum) yang berdasarkan pada fungsi sosial,
masalah, minat, kebutuhan, berdasarkan pengalaman peserta didik; 3) berdasarkan
kurikulum inti (core curriculum).[3]
I.
Kurikulum
Berbasis Mata Pelajaran (Subject Matter Based Curriculum)
Oliva
mengatakan bahwa Subject Matter Based Curriculum is an organizational
pattern that breaks the school’s program int discrete subjects or disciplines.
Essentialistic in outlook, the Subject Matter Based Curriculumseeks to transmit
the cultural heritage. The subjects or disciplines organize knowledge from the
ault world in such away that it can be transmitted to the immature learner. [4]
The
content of the Subject Matter Based Curriculumis unlike that of the
experience curriculum, planned in
advance by the teacher or more acccurately, by the writers of the adopted
textbooks or curriculum guides that the teacher follows, the needs and the
interests of the learners play little part in the curriculum that is organized
around the disciplines. Unlike the activity or experience curriculum or the
core curriculum, Subject Matter Based Curriculum is well understood by the
public, students, and the profession and the for the most part has met with
general favor.yhe methodology followed inthe subject matter curriculum is
rather straighforwards. The teacher is the expert inthe field and is likely to
pursue a set of porcedures that some instructional specialist refer to as the
“assign, study, recite,test” method. [5]
Seperti
halnya yang dipaparkan oleh Nanang bahwa Subject Matter Based Curriculum atau
Subject centered design curriculum merupaka bentuk design yang paling
populer paling tua dan paling banyak digunakan. Subject Matter Based
Curriculum atau Subject centered design curriculum kurikulum
dipusatkan pada isi atau meteri yang akan diajarkan. Kurikulum tersusun atas
sejumlah mata pelajaran,dan antar mata pelajaran diajarkan secara terpisah(sparated).
Subject
Matter Based Curriculum atau
Subject centered design curriculum berkembang dari model klasik yang
menekankan sisi kognitif, nilai, dan warisan budaya masa lalu, dan berupaya
untuk mewariskan kepada generasi setelahnya. Krena mengutamakan isi maka Subject
Matter Based Curriculum atau Subject centered design curriculum bisa
juga disebut dengan Subject academic curriculum.[6]
Subject
matter curriculum meliputi
I.
Mata
pelajaran terpisah-pisah (separate subject curriculum)
Pada
bentuk ini bahan dikelompokkan pada mata pelajaran yang sempit, dimana antara
mata pelajaran yang satu dan lainya menjadi terpisah dan tidak mempunyai kaitan
sama sekali sehingga banyak jenis dari mata pelajaran menjadi sempit ruang
lingkupnya.
II.
Mata
pelajaran gabungan (correlate subject curriculum)
Correlate
subject curriculum
sebuah bentuk kurikulum yang menunjukkan adanya suatu hubungan antara satu
pelajaran dengan mata pelajaran lainya, tetapi tetap memperhatikan ciri atau
karakteristik tiap bidang studi tersebut. Korelasi antar bidang studi dapat
dilakukan dengan beberapa cara diantaranya:
I.
Insidental
atau terjadi secara kebetulan ada hubungan antar mata pelajaran satu dan lainya
di mata pelajaran IPA juga disinggung tentang geografi. [7]
Contoh konkritnya pada mata pelajaran ipa kelas V semester II tentang
lingkungan diperkenalkan bentuk muka bumi, jumlah lapisan bumi, bentuk batuan,
proses terjadinya batuan sedimen, endapan, malihan.
II.
Hubungan
lebih erat misal suatu pokok bahasan bisa diperbincangkan dalam berbagai bidang
studi.
III.
Batas
mata pelajaran disatukan dan difungsikan dengan menghilangkan batasan masing
masing atau biasa disebut Broad field. dalam kurikulum dikenal lima
macam Broad field yaitu IPS yang
melebur dari mata pelajaran ilmu bumi, sejarah, civic hukum, ekonomi. BAHASA
merupakan peleburan dari mata pelajaran membaca, menulis, sastra, tata bahasa,
antropologi. IPA peleburan dari mata pelajaran tentang ilmu kehidupan,
kesehatan, ilmu kimia, ilmu alam. MATEMATIKA merupakan peleburan dari aljabar,
ilmu hitung, statistik, ilmu ukursudut, ruang, bidang. KESENIAN peleburan dari
mata pelajaran tari, gambar, menyanyi, memahat, bermain peran atau drama. [8]
Kelebihan
Broad Field curriculum, antara lain:
I.
Menunjukkan
adanya integrasi pengetahuan kepada peserta didik, dimana dalam pelajaran yang
disajikan disoroti dari berbagai bidang dan disiplin ilmu.
II.
Dapat
menambah interes dan minat peserta didik terhadap adanya hubungan antara
berbagai bidang studi.
III.
Pengetahuan
dan pemahaman peserta didik akan lebih mendalam dengan penguraian dan
penjelasan dari berbagai bidang studi.
IV.
Adanya
kemungkinan untuk menggunakan ilmu pengetahuan lebih fungsional.
V.
Lebih
mengutamakan pada pemahaman dari prinsip-prinsip daripada pengetahuan
(knowledge) dan penguasaan fakta-fakta
Kekurangan
Broad Field curriculum, antara lain:
I.
Bahan
yang disajikan tidak berhubungan secara langsung dengan kebutuhan dan minat
peserta didik.
II.
Pengetahuan
yang diberikan tidak mendalam dan kurang sistematis pada berbagai mata
pelajaran.
III.
Urusan
pnyusunan dan penyajian bahan tidak secara logis dan sistematis.
IV.
Kebanyakan
di antara para guru tidak atau kurang menguasai antar disiplin ilmu sehingga
dapat mengaburkan pemahaman peserta didik.[9]
V.
Kurikulum Berbasis Masalah (Problem Based
Curriculum)
Problem
Based Curriculum berpangakal
pada filsafat yang mengutamakan peranan manusia, berbeda dengan Learner
Based Curriculum yang mengutamakan manusia atau peserta didik secara
individu. Problem Based Curriculum menekankan manusia dalam kesatuan
kelompok atau kesejahteraan masyarakat.
Pangkal
asumsi dari Problem Based Curriculum adalah manusia sebagai makhluk
sosial selalu hidup bersama. Dalam kehidupan bersama manusia mengalami
permasalahan bersama yang harus dipecahkan secara bersama juga untuk
meningkatkan kehidupan mereka.
Problem
Based Curriculum disusun
sebelumnya (preplanned) isi kurikulum berupa maslah-masalah sosial yang
sering dihadapi peserta didik sekarang maupun tantangan masa depan. Kurikulum
disusun berdasarkan kebutuhan, kepentingan, dan kemampuan peserta didik. Problem
Based Curriculum menekankan pada isi maupun kemampuan peserta didik.
Minimal ada dua variasi model desain kurikulum dalam kurikulum ini yaitu The
areas of living design dan The core design.[10]
I.
The
areas of living design
Kurikulum
ini dimulai sejak abad 19 oleh Herbert Spencer yang memperhatikan masalah
kehidupan sebagai dasar penyusunan kurikulum, seperti learner Based
curriculum. Menekankan prosedur belajar melalui proses dan yang bersifat
isi diintegrasiakan. Penguasaan materi yang bersifat pasif di rangsang, dan
menitik beratkan situasi nyata dari peserta didiksebagai pembuka jalan dalam
mempelajari bidang kehidupan. Ada beberapa kelebihan dan kelemahan diantaranya
mendorong penggunaan sistem belajar pemecahan masalah, menyediakan bahan ajar
yang relevan, membawa peserta didik lebih dekat dengan masyarakat. Kurangnya
atau lemahnya integritas dan kontinuitas dalam organisasi kurikulum,
mengabaikan kearifan lokal atau budaya, buku dan media tidak banyak dan tidak
digunakan secara baik yang menimbulkan banyak kesulitan.
II.
The
core design
Model
pendidikan atau program pendidikan yang memberikan pendidkan umum. Lazim
diartikan juga dengan kelompok mata pelajaran dasar umumyang mengarahkan pada
pengembangan kemampuan pribadi dan sosial.
Adapun
variasinya melahirkan design kurikulum the sparate subject core, the
correlated core, the fused core, the activity or experience core, the social
problems core. Kelebihanya seimbang muatan isinya, mencetak manusia ideal
rasio kognitifnya, empirismenya atau pengamatanya, perasaan atau afektifnya,
dan kepercayaan. namun kurang memperhatikan proses.[11]
III.
Kurikulum
Berbasis Peserta didik (Learner Based Curriculum)
Bentuk kurikulum ini mengutamakan peran
peserta didik. Dalam proses pendidikan atau pengajaran yang belajar dan
berkembang adalah peserta didik sendiri. Pendidik hanya berperan menciptakan
suasana belajar mengajar, mendorong dan hanya memberikan bimbingan sesuai
dengan kebutuhan peserta didik. learner based curriculum menekankan pada perkembangan peserta
didik. Dasarnnya adalah konsep belajar Rosseu yang menekankan proses
pembelajaran dan pengorganisasian kurikulum didasarkan atas minat, kebutuhan,
dan tujuan peserta didik.
Kurikulum ini muncul sebagai reaksi
maupun penyempurnaan terhadap Subject matter based
curriculum jika subject matter based curriculum mengutamakan pelestarian budaya dengan
mengutamakan peranan isi kurikulum maka learner based curriculum memberikan tempat utama kepada pesera
didik. Peserta didik dianggap suatu makhluk hidup yang mempunyai potensi
berbuat berperilaku, dan berkembang sendiri. [12]
IV.
Faktor Faktor Dalam Organisasi Kurikulum
I.
Ruang
lingkup (scope)
Menunjukkan keseluruhan dan batas bahan pelajaran. Bahan pelajaran
itu terseleksi dan dianggap penting karena dissesuaikan dengan tugas dan
kepentingan peserta didik. Contohnya melanjutkan kejenjang pendidikan yang
lebih tinggi.hal ini sesuai dengan prinsip fleksibelitas.
II.
Urutan
(sequence)
Urutan dalam menyampaikan materi dalam pembelajaran. Materi mana
yang harus disampaikan terlebih dahulu, materi yang disampaikan hendaknya
dimulai dari hal yang sederhana terlebih dahulu baru ketingkat rumit.
III.
Kesinambungan
(continuity)
Bentuk peningkatan, pendalaman, dan perluasan bahan pelajaran,
sehingga peserta didik mampu mempelajari hal yang kompleks. Sesuai dengan
prinsip kurikulum continuitas atau kebersinambungan antara mata pelajaran
contoh mata pelajaran SD nyambung dengan mata pelajaran SMP.
IV.
Terpadu
(integrated)
Penggunaan multidisiplin dalam memecahkkan masalah. Bisa dibentuk
dalam kurikulum korelasi, guru dan peserta didik dituntut memahami secara
menyeluruh materi pelajaran.
V.
Keseimbangan
(balance)
Keseimbangan isi atau bahan yang akan disampaikan (proporsional
dalam menyampaikan materi) dan dapat diartikan sesuai dengan kebutuhan peserta
didik atau dikaitkan dengan pembentukan pribadi peserta didik.
VI.
Waktu
(time)
Pengalokasian waktu atau pendistribusian waktu untuk mata
pelajaran. Untuk menyelaraskanya kriteria dalam mengalokasikan waktu harus
memperhatikan tingkat kesulitan pelajaran, nilai dan manfaat, standar
kompetensi mata pelajaran. [13]
VII.
Langkah
Mereorganisasikan Kurikulum
I.
Reorganisasi
melalui buku pelajaran
Penyeleksian buku pelajaran sebagai bahan ajar supaya sekolah tidak
ketinggalan dan peserta ddik tidak gagal pemahaman dikarenakan buku yang salah.Pemilihan
isi kurikulum didasarkan atas materi yang terkandung di dalam buku pelajaran
atau sejumlah buku pelajaran yang telah di pilih oleh sebuah panitia tertentu.
II.
Reorganisasi
dengan cara tambal sulam
Mengambil kurikulum dari sekolah lain yang dianggap baik, sesuai
dengan kondisi sekolah dan selaras dengan tujuan sekolah. Dengan hal ini sekola
akan kaya dengan program program pengembangan, namun dalam hal ini harus
benar-benar diperhatikan integrasinya atau keterpaduanya.
III.
Reorganisasi
melalui analisis kegiatan
Melalui prosedur ini terlebih dahulu di adakan studi terhadap
kegiatan-kegiatan dalam kehidupan untuk menemukan sejumlah kegiatan yang di
perkirakan berguna untuk di pelajari
oleh para peserta didik di sekolah. Hal ini dimaksudkan suaya peserta didik
mampu mendapat pelajaran yang mengarahkan pada kegiatan kehidupan nyata.
IV.
Reorganisasi
melalui fungsi sosial
Prosedur ini bertalian dengan prosedur analisis kegiatan
masyarakat. Masyarakat melakukan banyak fungsi social dalam kehidupannya yang
bermacam ragam dan bentuknya, dan berada dalam daerah kehidupan tertentu,
fungsi yang telah di tentukan, di klasifikasikanmenjadi sejumlah area of
living.
V.
Reorganisasi
melalui survey pendapat
Survey pendapat dari berbagai pihak diantaranya peserta didik,
orangtua guru, supervisor, kepala sekolah, tokoh masyarakat, dan mitra sekolah.
VI.
Reorganisasi
melalui studi kesalahan
Prosedur ini di laksanakan dengan jalan mengadakan analisis
terhadap kesalahan, kekeliruan, kelemahan atau kebaikan atas hasil-hasil atau
pengalaman kurikuler.[14]
VII.
KESIMPULAN
Adapun
yang dapat disimpulkan dari makalah ini adalah Organisasi kurikulum merupakan
hal yang terpenting dalam mencapai tujuan pendidikan, oleh sebab itu
pengorganisasian dalam kurikulum sangat diperlukan dan diharuskan untuk
mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan. Melalui organisasi kurikulum ini,
guru dan pengelola pendidikan akan memiliki gambaran yang jelas tentang tujuan
program pendidikan, bahan ajar, tata urut dan cakupan materi, penyajian materi,
serta peran guru dan murid dalam
rangkaian pembelajaran. Cara pengembang kurikulum mengorganisasikan
kurikulum akan berkaitan pula dengan bentuk atau model kurikulum yang
dianutnya.
Adapun
cara yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan pendidikan adalah dengan
menyusun struktur program organisasi kurikulum yaitu struktur vertikal dan
struktur horizontal. Struktur horizontal berkaitan dengan bagaimana bahan/mata
pelajaran diorganisasikan/disusun dalam pola-pola tertentu. Adapun struktur
vertikal berkaitan dengan sistem pelaksanaan kurikulum di sekolah.
VIII.
PENUTUP
Kami
sadar, sebagai seorang pelajar yang masih dalam proses pembelajaran, serta
masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan adanya
kritik dan saran yang bersifat positif, guna penulisan karya ilmiah yang lebih
baik lagi di masa yang akan datang. Harapan kami, makalah yang sederhana ini,
dapat memberikan manfaat khususnya bagi penulis dan umumnya pagi para pembaca.
[1]http://hidayah-cahayapetunjuk.blogspot.co.id/2012/03/organisasi-kurikulum.html?m=1
[2]Drs. Zaenal Arifin, M.Pd, Konsep
dan Model Pengembangan Kurikulum,( Bandung: RemajaRosdakarya. 2012), cet. II, hlm. 95-96
[3]DinnWahyudin,
ManajemenKurikulum(Bandung: RemajaRosdakarya. 2014) hlm. 24
[4]Peter f. Oliva, Developing the Curriculum,(Canada:Little, Brown
& Company, 1982), hlm. 299
[5]Peter f. Oliva, Developing the Curriculum,(Canada:Little, Brown
& Company, 1982), hlm. 300
[6]Prof. Dr. Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum:Teori dan
Praktik,(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013), cet XVI, hlm. 114
[7]Dr. H. Syafruddin Nurdin, M.Pd, Guru Professional dan Implementasi
Kurikulum,(Jakarta: Intermasa, 2003) cet.II, hlm. 46-47
[8]Dr. H. Syafruddin Nurdin, M.Pd, Guru Professional dan Implementasi
Kurikulum, hlm.47
[9]Dr. H. Syafruddin Nurdin, M.Pd, Guru Professional dan Implementasi
Kurikulum, hlm.48
[10]Prof. Dr. Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum:Teori dan
Praktik, hlm. 120
[11]Prof. Dr. Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum:Teori dan
Praktik, hlm. 121 - 125
[12]Prof. Dr. Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum:Teori dan
Praktik, hlm.117-118
[13]Drs. Zaenal Arifin, M.Pd, Konsep
dan Model Pengembangan Kurikulum,hlm.104-108
[14]Drs. Zaenal Arifin, M.Pd, Konsep
dan Model Pengembangan Kurikulum,hlm.108-110
Tidak ada komentar:
Posting Komentar