Selasa, 30 Mei 2017

Bimbingan dan Konseling

LAPORAN PRAKTEK BIMBINGAN MEMBACA AL-QUR’AN


      I.          Pendahuluan
Bimbingan secara etimologi merupakan terjemahan dari kata Guidance berasal dari kata kerja to guide yang artinya menunjukkan, membimbing, menuntun, ataupun membantu, dengan demikian secara umum bimbingan adalah bantuan atau tuntunan.[1] Menurut Sertzer & Stone (1966) mengemukakan bahwa guidance berasal dari kata guide yang mempunyai arti to direct, manaejr, pilot, or steer (menunjukkan, menentukan, mengatur, atau mengemudikan).[2]
Istilah bimbingan pertama kali dikemukakan dalam year’s book of education 1955, yang menyatakan: Bimbingan adalah suatu proses membantu individu melalui usahanya sendiri untuk menemukan dan mengembangkan kemampuannya agar memperoleh kebahagiaan pribadi dan kemanfaatan sosial.[3] Bimbingan merupakan proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh orang yang ahli kepada seseorang atau beberapa orang individu dalam hal memahami diri sendiri, menghubungkan pemahaman tentang dirinya sendiri dan lingkungan, memilih, menentukan, dan menyusun rencana sesuai dengan konsep dirinya dan tuntutan lingkungan berdasarkan norma-norma yang berlaku.
Dari pendapat di atas dapat ditarik benang merah bahwa bimbingan adalah bantuan yang diberikan oleh seorang ahli (guru, konselor, psikiater) kepada orang lain dengan tujuan agar individu dapat mengembangkan secara optimal sesuai dengan potensi yang dimilikinya.
Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini telah berpengaruh terhadap pendidikan agama yang semakin jarang diminati, tak terkecuali kemampuan baca tulis Al-Qur’an pada anak. Kecanggihan teknologi seperti smartphone semakin membuat anak malas untuk belajar khususnya belajar agama. Sebagai generasi penerus bangsa anak perlu ditanamkan pendidikan agama paling dasar yaitu membaca Al-Qur’an. Menghadapi situasi seperti itu maka bimbingan ini sangatlah perlu untuk dilaksanakan sebagai pemberian modal dasar pengetahuan agama serta menanamkan kebiasaan-kebiasaan membaca Al-Qur’an yang baik. Oleh karena itu penulis dalam hal ini melaksanakan praktek bimbingan yaitu bimbingan membaca Al-Qur’an yang akan disusun dalam laporan berikut.
   II.          Pelaksanaan Bimbingan
Bimbingan yang penulis lakukan adalah bimbingan membaca Al-Qur’an. Binimbing yaitu terdiri dari anak-anak di desa Jatisari kecamatan Mijen. Ada sekitar 20 lebih anak-anak (binimbing) berkisar mulai usia TK hingga kelas 6 SD. Kegiatan bertempat di Mushola Baitul ‘Atiq RT 06 Jatisari dilaksanakan setiap hari setelah sholat magrib kecuali malam jum’at libur. Kegiatan tersebut diawali dengan membaca surat Al-Fatihah dan doa secara bersama-sama. Binimbing terdiri dari dua kategori atau dua tingkat yaitu tingkat Iqra’ dan Al-Qur’an. Untuk tahap Iqra’ terdiri dari anak-anak dibawah kelas satu SD. Sedangkan tingkat Al-Qur’an diatas kelas 1 SD
Pada tingkat iqra’ pembimbing memberikan pembelajaran dengan metode iqra’ yaitu metode membaca Al-Qur’an yang menekankan langsung pada latihan membaca. Pembelajaran menggunakan buku panduan iqro’ terdiri dari 6 jilid di mulai dari tingkat yang sederhana, tahap demi tahap sampai pada tingkatan yang sempurna. Penekanannya adalah menghafal huruf-huruf hijaiyah, harokat, hingga mampu membaca satu kata dengan fasih dan benar tanpa dieja. Praktek dilakukan dengan cara pembimbing (guru) memberikan contoh yang benar kemudian binimbing (murid) menirukannya. Selanjutnya setelah cukup hafal dan lancar binimbing membaca sendiri sedangkan pembimbing mendengarkan dan membenarkan yang salah. Banyak binimbing yang cepat memahami dan menghafalkan huruf hijaiyah ada juga yang bahkan masih kesulitan melafalkan huruf sesuai makhrajnya.
Pada tingkat Al-Qur’an pembelajaran dilakukan dengan cara binimbing mulai membaca Al-Qur’an satu persatu sesuai tingkatan (juz) yang telah mereka capai, kemudian pembimbing (saya) mengamati, memperhatikan setiap bacaan anak tersebut sembari membenarkan apabila ada yang salah serta memberi contoh bacaan yang benar. Pembelajaran membaca Al-Qur’an ini tidak sekedar membuat anak (binimbing) bisa membaca Al-Qur’an melainkan dapat membaca secara fasih dan benar sesuai hukum-hukum tajwidnya. Pada awalnya masih banyak binimbing yang tidak mempraktekkan tajwid dengan benar, makhrojnya, panjang pendeknya banyak yang belum tepat. Sedikit demi sedikit saya bimbing saya arahkan bagaimana bacaan sesuai tajwid yang benar, pelafalan sesuai makhraj yang tepat. Pencapaian yang saya tekankan adalah bukan cepatnya naik tingkat (juz) melainkan ketepatan bacaannya dari segi hukum-hukum tajwid, makhraj dan lain-lain.


Penekanan pada hukum tajwid yang pembimbing terapkan paling utama adalah hukum nun mati dan tanwin, terdiri dari: idzhar, idghom, iqlab, dan ikhfa’.
1.   Idzhar
Idzhar yaitu apabila nun mati dan tanwin bertemu dengan huruf idzhar atau huruf-huruf halqi (tenggorokan) seperti: alif/hamzah (ء), ha’ (), ha’ (ح), kha’ (خ), ‘ain (ع), dan ghain (غ), maka cara melafalkan atau mengucapkannya harus “jelas”
Contoh : نَارٌ حَامِيَةٌ dibaca naarun haamiyah
2.     Idgham
Idgham terbagi menjadi dua, yaitu idgham bigunnah dan bilagunna.
a.      Idham bigunnah yaitu apabila nun mati atau tanwin bertemu huruf-huruf seperti: ya’ (ي), nun (ن), mim (م), dan wau (و), maka ia harus dibaca lebur dengan dengung.
Contoh: فِيْ عَمَدٍ مُّمَدَّدَةٍ  harus dibaca Fī ʿamadim mumaddadah.
b.     Idgham Bilaghunnah
Yaitu apabila nun mati atau tanwin bertemu huruf-huruf seperti lam (ل) dan ra’ (ر), maka harus dibaca lebur tanpa dengung.
Contoh: مَنْ لَمْ  harus dibaca Mal lam
Terkecuali pada beberapa kata yaitu jika nun mati atau tanwin bertemu dengan keenam huruf idgam tersebut tetapi ditemukan dalam satu kata, seperti بُنْيَانٌ, َدُّنْيَان, قِنْوَانٌ, dan صِنْوَانٌ, maka nun mati atau tanwin tersebut dibaca jelas.
3.   Iqlab
Yaitu apabila nun mati atau tanwin bertemu dengan huruf ba’ (ب). Dalam bacaan ini, bacaan nun mati atau tanwin berbah menjadi bunyi mim (م).
Contoh:  مِنْ بَعْدِ harus dibaca mim ba’di
5. Ikhfa’
Yaitu ketika nun mati atau tanwin bertemu dengan huruf-huruf seperti ta’(ت), tsa’ (ث), jim (ج), dal (د), dzal (ذ), za’ (ز), sin (س), syin (ش), shad (ص), dhad (ض), tho (ط), dho (ظ), fa’ (ف), qof (ق), dan kaf (ك), maka harus dibaca samar-samar (antara Izhar dan Idgham)
Contohمِنْ شَيْءٍ  harus dibaca ming syai’in


Hasil pelaksanaan bimbingan membaca Al-Qur’an menunjukkan adanya peningkatan yang signifikan dari para binimbing. Pada awal pembelajaran memang mengalami kesulitan karena banyak yang sama sekali tidak mengetahui huruf hijaiyah, banyak yang membaca Al-Qur’an asal-asalan namun kesulitan tersebut dapat teratasi. Para binimbing (anak-anak) untuk tingkat iqra’ akhirnya mampu menghafal huruf hijaiyah, melafalkan huruf dengan jelas sesuai makhraj, hingga mampu membaca kata atau potongan ayat Al-Qur’an dengan benar dan lancar tanpa dieja. Untuk tingkat Al-Qur’an para binimbing akhirnya mampu membaca Al-Qur’an dengan mengamalkan hukum-hukum tajwid dengan benar meskipun masih ada satu dua kesalahan, artinya ada kemauan untuk peningkatan. Semangat dan kesungguhan para binimbing dalam melaksanakan pembelajaran tersebut yang membuat mereka memperoleh pencapaian yang diharapkan yaitu mampu membaca Al-Qur’an dengan fasih dan benar.
 III.          Kesimpulan
Pada dasarnya anak-anak (para binimbing) memiliki potensi yang bagus jika mendapatkan bimbingan, pembinaan yang tepat. Dorongan orang tua juga sangat penting sebagai motivasi tambahan untuk anak agar semakin bersemangat dan bersungguh-sungguh dalam belajar membaca Al-Qur’an dengan baik. Hasil pelaksanaan bimbingan tersebut menunjukkan peningkatan yang baik, dari semula yang sama sekali tidak tau apa huruf hijaiyah akhirnya mampu menghafal dan melafalkan dengan jelas dan tepat, dari semula yang membaca Al-Qur’an seadanya akhirnya mampu membaca dengan mempraktekkan hukum tajwid dengan benar. Artinya bahwa ada kesungguhan dalam menekuni bimbingan yang diajarkan sehinga menunjukkan hasil yang memuaskan.
 IV.          Penutup
Demikian laporan praktek bimbingan selesai disusun. Semoga dengan adanya laporan ini dapat memberikan manfaat, serta membeikan sebuah pengalaman dan pembelajaran tentang bagaimana praktek melaksanakan bimbingan. Masih banyak kekurangan dalam penulisan ataupun hal-hal yang lain. Dari penulis (praktikan bimbingan) memohon maaf atas segala kekurangan, skian dan terimaksaih.




[1] Farid Hasyim & Mulyono, Bimbingan dan Konseling, (Jogjakarta: Ar-Ruz Media. 2010) hlm. 3
[2] Hallen, Bimbingan dan Konseling dalam Islam, (Jakarta: Ciputat Pers. 2002) hlm. 31
[3] Farid Hasyim & Mulyono, Bimbingan dan Konseling, hlm. 3

Tidak ada komentar:

Posting Komentar